sumber gambar : IDN Times Jatim
Jika kamu pernah melewati jalanan desa di Jawa Timur dan tiba-tiba terdengar dentuman bass menggelegar yang bisa bikin dada bergetar, besar kemungkinan kamu baru saja bertemu dengan fenomena “Sound Horeg.” Fenomena ini bukan cuma sekadar pesta suara, tapi sebuah tren budaya populer yang berkembang pesat, khususnya di kawasan pedesaan dan pinggiran kota.
Apa Itu Sound Horeg?
“Sound Horeg” berasal dari istilah “sound system horeg,” di mana kata “horeg” berarti bergetar yang dalam konteks ini menggambarkan suara yang sangat keras, bass yang dalam, dan efek audio yang ekstrem. Sound horeg biasanya digunakan dalam hajatan, karnaval, pawai, hingga konvoi sunatan yang kini berubah jadi ajang adu kekuatan sound system antar kelompok pemuda.
Satu ciri khas dari sound horeg adalah penggunaan speaker raksasa, sistem audio berdaya ribuan watt, dan musik remix koplo atau dangdut dengan efek echo, delay, dan bass booster yang ekstrem. Kadang suara penyanyinya pun tak terlalu penting—yang utama adalah getaran dan dentuman bass yang bikin semua orang menoleh.
Sejarah Awal Mula Sound Horeg
Fenomena sound horeg mulai populer sekitar tahun 2010-an, namun akarnya bisa ditelusuri lebih jauh ke budaya hajatan rakyat Jawa Timur. Dulu, pesta pernikahan atau khitanan di desa-desa sering menyewa organ tunggal sebagai hiburan utama. Seiring berkembangnya teknologi audio, anak-anak muda mulai memodifikasi sistem sound agar suaranya lebih “nendang”.
Lambat laun, muncul komunitas-komunitas sound system rumahan yang bertanding tak resmi untuk menunjukkan siapa yang punya “sound paling menggetarkan.” Persaingan inilah yang kemudian memicu lahirnya istilah “sound horeg.”
Tren ini kemudian meluas ke platform digital. Video-video sound horeg diunggah ke YouTube dan TikTok, memperlihatkan pawai dengan truk modifikasi penuh speaker, efek cahaya RGB, dan anak-anak kecil yang joget dengan ekspresi serius, seolah mereka sedang berada di festival EDM.
Sound Horeg: Hiburan Rakyat atau Gangguan Lingkungan?
Meski banyak yang menganggap sound horeg sebagai bentuk kreativitas dan hiburan alternatif murah meriah, tidak sedikit pula yang mengeluh soal polusi suara, terutama di daerah yang belum terbiasa dengan hal tersebut. Dentuman keras yang berlangsung berjam-jam sering kali menimbulkan konflik antar warga, terutama jika dilakukan larut malam atau tanpa izin.
Pemerintah desa di beberapa wilayah bahkan mulai membuat aturan terkait batas waktu penggunaan sound system dan volume maksimal, meski tidak selalu ditegakkan secara konsisten. Memang akhirnya semua kembali kepada warga lokal apakah mau menerima sound horeg sebagai hiburan atau gangguan. Jika warga menganggap hal tersebut adalah sebuah hiburan maka mereka tidak menganggap hal itu sebagai gangguan.
Mengapa Sound Horeg Begitu Populer?
- Identitas Lokal: Bagi banyak pemuda desa, sound horeg adalah simbol kebanggaan dan eksistensi komunitas.
- Biaya Murah, Sensasi Maksimal: Daripada menyewa band atau artis mahal, cukup dengan sound system modifikasi, pesta sudah terasa meriah.
- Viral di Media Sosial: Banyak konten sound horeg yang menjadi viral karena keunikannya, menarik perhatian audiens dari luar Jawa Timur bahkan mancanegara.
Sound Horeg, Antara Budaya Pop dan Tantangan Baru
Fenomena sound horeg adalah potret unik bagaimana budaya lokal bertransformasi di era digital. Di satu sisi, ia menjadi wadah ekspresi kreatif anak muda desa yang sering tak tersorot media. Namun di sisi lain, ada tantangan sosial dan regulasi yang harus ditangani dengan bijak.
Apakah sound horeg akan bertahan sebagai tradisi baru atau hanya tren sesaat? Yang jelas, selama masih ada hajatan, masih akan ada dentuman yang menggema di pelosok Jawa Timur.